Thursday, January 2, 2020

Laundry fresh


Laundry fresh
Bersih, wangi, dan rapi
Only 5k/kg for regular
Express 7k / kg
Untuk laundry diatas 10 kg gratis 25%
Jl. Kpt m jamil lubis no. 7
Wa: 082277872027
Nb: hanya tugas kuliah

Monday, October 28, 2019

RESUME STUDI KELAYAKAN BISNIS: PANDANGAN BISNIS DALAM ISLAM


NAMA                 : MUHAMMAD ALI IMRAN CANIAGO
NIM                     : 0503171084
MATA KULIAH : STUDI KELAYAKAN BISNIS

RESUME
PANDANGAN BISNIS DALAM ISLAM
a.      Pengertian Bisnis
Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Adapun sector sector ekonomi bisnis tersebut meliputi sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa, dan sector perdagangan.[1]
Adapun dalm islam bisnis dapat diapahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalm berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang atau jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[2]
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiapmuslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakansalah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan.Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untukmencari rizki.
b.      Etika Berbisnis Dalam Islam
Etika bisnis islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai nilai Al quran. Oleh Karena itu, beberapa nilai dasar dalm etika bisnis islam yang disarikan dalm inti ajaran islam itu sendiri adalah:
1.        Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konseptauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baikdalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula makaetika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuksuatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, danmelarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untukmembangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang,yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain memintauntuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selaludikurangi.Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karenakunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur‟an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangantakaran dan timbangan.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapikebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individudibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorongmanusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yangdimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiapindividu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan olehmanusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban danakuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenaiapa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semuayang dilakukannya.
5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawandari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari ataumemperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraihatau menetapkan keuntungan.[3]

c.       Orientasi Bisnis Dalam Islam
Bisnis dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan,(3) keberlangsungan, (4) keberkahan. :
Target hasil: profit materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnistidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit(keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan daneksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepeduliansosial dan sebagainya.
Benefit yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaatkebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuansuatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih adatiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimahruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikanmanfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial(sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus munculdalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yangIslami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepadaAllah Swt.
Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkansegala cara.
Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiaptahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang lama.
Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkahsebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitasmanusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.[4]


[1] Sentot Imam Wahjono dkk, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2018), Hlm. 10
[2] Norvadewi, “Bisnis Dalam Perspektif Islam”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam. Vol. 1. No. 1, 2015, Hlm. 36
[3] Suanarji Harahap, Studi Kelayakan Bisnis,(Medan: FEBI UINSU Press, 2018), Hlm. 27-30
[4] Norvadewi, Op. Cit, Hlm. 43-44

RESUME STUDI KELAYAKAN BISNIS: ETIKA BISNIS ISLAM


NAMA                 : MUHAMMAD ALI IMRAN CANIAGO
NIM                     : 0503171084
MATA KULIAH : STUDI KELAYAKAN BISNIS

RESUME
ETIKA BISNIS ISLAM
1.      Definisi Etika Bisnis Islam
Etika bisnis Islam merupakan suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutkan tentu akan melakukan hal benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis islami tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi.[1]
Mempelajari etika ekonomi menurut Al-Qur’an adalah bahagian normatif dari ilmu ekonomi, bahagian ilmu positifnya akan lahir apabila telah dilakukan penyelidikanpenyelidikan empiris mengenai yang sesungguhnya terjadi, sesuai atau tidak sesuai dengan garis Islam. Ekonomi merupakan bagian dari kehiupan. Namun, ia bukan pondasi bangunannya dan bukan tujuan risalah Islam. Ekonomi juga bukan lambang peradaban suatu umat. Ekonomi Islam adalah bertitik tolak dari Tuhan dan memiliki tujuan akhir pada Tuhan. Tujuan ekonomi ini membantu manusia untuk menyembah Tuhannya yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar serta mengamankan mereka dari ketakutan. Juga untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa mengkafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Juga untuk merendahkan suara orang zalim di atas suara orang-orang beriman.[2]

2.      Nilai Dasar Dan Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam
Abdul Aziz mendeskripsikan prinsip-prinsip dasar etika bisnis Islam harus mencakup di bawah ini:[3]
1. Kesatuan (Tauhid/ Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Jika konsep tauhid diaplikasikan dalam etika bisnis, maka seorang pengusaha muslim tidak akan :[4]
1)      Berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau siapapun dalam bisnis atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.
2)      Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah swt. Ia selalu mengikuti aturan prilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, ditempat kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya.
3)      Menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep amanah atau kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara dan harus dipergunakan secara bijaksana.
 2. Kesimbangan (Equilibrium/adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai
3. Kehendak Bebas (Free will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung Jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran, Kebajikan, dan Kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Ada enam langkah konkrit awal dalam memulai etika bisnis Islam, yaitu:[5]
1)      Niat ikhlas mengharap ridho Allah
2)      Professional
3)      Jujur dan amanah
4)      Mengedepankan etika sebagai seorang muslim
5)      Tidak melanggar prinsip syriah
6)      Ukhuwah islamiyah




[1] Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung : Alfabeta, 2013), hal. 35.
[2] Yusuf Qordhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam,( Jakarta : Gema Insani, 1997), hal. 36.
[3] Abdul Aziz, Op. cit,  hal. 45.
[4] Suanarji Harahap, Studi Kelayakan Bisnis,(Medan: FEBI UINSU Press, 2018), hal. 28.
[5]  Abdul Aziz, op. cit. hal. 39.

RESUME STUDI KELAYAKAN BISNIS: ASPEK SYARIAH DAN HALAL


NAMA                 : MUHAMMAD ALI IMRAN CANIAGO
NIM                     : 0503171084
MATA KULIAH : STUDI KELAYAKAN BISNIS

RESUME
ASPEK SYARIAH DAN HALAL

A.    Definisi Syariah
Secara istilah syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian, maupun muamalah (interaksi sesama manusia dala m berbagai aspek kehidupan (guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[1]
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ekonomi islam yuang mesti diterapkan dalam  bisnis syariah, yaitu tauhid (Unity/kesatuan), keseimbangan atau kesejajaran (equilibrium), kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab (Responsibility).[2]
B.     Etika Bisnis Syariah
Etika bisnis Islam merupakan suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutkan tentu akan melakukan hal benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis islami tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi.[3]
C.    Ciri Khas Bisnis Syari’ah
Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa ciri itu antara lain :
1.      Selalu berpijak pada nilai-nilai ruhiyah
2.      Memiliki pemahaman terhadap bisnis yang halal dan haram
3.      Benar secara Syar’i dalam implementasi
4.      Berorientasi pada hasil dunia dan akhirat.
Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun diakhirat. Akhirnya jadilah kaya yang dengannya kita bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.[4]

D.    Kerjasama (Syirkah) Dalam Bisnis Syariah
Secara terminologis, menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagaian keutungan berdasarkan nisbah.[5]
Menurut ulama hanafiyyah, Syirkah dibagi menjadi :
a.       Syirkah mufawadhah, yaitu bentuk perserikatan atau kerja sama dalam melakukan bisnis yang dilakukan oleh dua orang atas dasar adanya kesamaan baik dalam modal, keuntungan, kerja, rugi, dan agama. Disebut syirkah mufawadhah karena masing masing pihak yang berseikat menyerahkan harta yang diajdikan modal bisnis.
b.      Syirkah ‘inan, yaitu bentuk perserikatan atau kerja sama dalam melakukan bisnis yang dilakukan oleh dua orang atas dasar tidak diharuskan adanya kesamaan, baik dalam modal, keuntungan, kerja, rugi, dan agama, disebut syirkah ‘inan karena masing masing kedua belah pihak yang berserikat saling menawarkan kerja sama dalam berbisnis.
c.       Syirkah abdan atau syirkah a’mal, yaitu perserikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan atau proyek yang diterima dari orang lain, yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan bersama. Misalnya tukang penjahit yang membuat kaos seragam, tukang bangunan yang membangun rumah atau yang lainnya. Disebut syirkah abdan karena masing masing pihak yang berserikat beramal dengan badannya, dan disebut dengan syirkah a’mal, Karena masing masing pihak pokok modal syirkah tersebut adalah berupa pekerjaan masing masing pihak yang berserikat. M. Hasbi Ash Shiddieqy menyatakan bahwa syirkah abdan adalah bersekutunya dua orang atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan dengan menggunakan tenaga badan masing masing dan hasil yang diperoleh mereka bagi.[6]
d.      Syirkah wujuh, yaitu perserikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, tidak mempunyai modal sekali, namun modalnya adanya kepercayaan. Mereka membeli suatu barang secara kredit kemudian menjualnya kembali kepada orang lain secara tunai, dan keuntungan dari penjualan tersebut dibagi menurut kesepakatan bersama. Disebut syirkah wujuh, karena pihak pihak yang berserikat termasuk orang yang mempunyai kedudukan terhormat, sehingga mendapatkan kepercayaan dari orang lain.[7]
E.     Kehalalan Dalam Berbisnis
Sertifikat halal MUI adalah fatwa tertulis majelis ulama Indonesia yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam. Sertifikat halal MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencaantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Tujuan sertifikasi halal untuk memberikan kepastian status kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan system jaminan halal.[8]
Surat Jaminan Halal adalah suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
Proses sertifikasi halal oleh MUI:[9]
1. Sertifikasi Halal
Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan SJH memenuhi standar LPPOM MUI.
2. Audit
Audit adalah suatu pemeriksaan independen, sistematis dan fungsional untuk menentukan apakah aktivitas dan luarannya sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
3. Auditor LPPOM MUI
Auditor adalah orang yang diangkat oleh LPPOM MUI setelah melalui proses seleksi kompetensi, kualitas dan integritasnya dan ditugaskan untuk melaksanakan audit halal. Auditor
LPPOM MUI berperan sebagai wakil ulama dan saksi untuk melihat dan menemukan fakta kegiatan produksi halal di perusahaan.
4. Audit Produk
Audit produk adalah audit yang dilakukan terhadap produk dengan melalui pemeriksaan proses produksi, fasilitas dan bahan-bahan yang digunakan dalam produksi produk tersebut.
5. Audit SJH
Audit SJH adalah audit yang dilakukan terhadap implementasi SJH pada perusahaan pemegang sertifikat halal.
6. Sertifikat Halal
Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk yang merupakan keputusan sidang Komisi Fatwa MUI berdasarkan proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI.
7. Sertifikat SJH
Sertifikat SJH adalah pernyataan tertulis dari LPPOM MUI bahwa perusahaan pemegang sertifikat halal MUI telah mengimplementasikan SJH sesuai dengan ketentuan LPPOM
MUI. Sertifikat tersebut dapat dikeluarkan setelah melalui proses audit SJH sebanyak dua kali dengan status SJH dinyatakan Baik (Nilai A).
8. Audit Memorandum
Audit Memorandum adalah surat atau alat komunikasi antara LPPOM MUI dan pihak yang diaudit tentang hasil audit yang membutuhkan tindak lanjut.
9. Evaluasi Hasil Audit
Evaluasi Hasil Audit adalah penilaian atas hasil audit melalui mekanisme rapat auditor.
10. Auditor Halal Internal
Auditor Halal Internal adalah staf atau beberapa staf internal perusahaan yang ditunjuk resmi oleh Manajemen Perusahaan sebagai staf untuk mengkoordinasikan pelaksanaan SJH.
11. Fatwa
Fatwa adalah hasil ijtihad para ulama terhadap status hukum suatu benda atau perbuatan sebagai produk hukum Islam. Dalam proses sertifikasi halal, fatwa merupakan status kehalalan suatu produk.
12. LPPOM MUI
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI dengan tugas menjalankan fungsi MUI untuk melindungi konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika.
13. Komisi Fatwa MUI
Komisi Fatwa MUI adalah salah satu komisi dalam MUI yang bertugas memberikan nasehat hukum Islam dan ijtihad untuk menghasilkan suatu hukum Islam terhadap persoalanpersoalan yang sedang dihadapi umat Islam. Keanggotaan komisi fatwa mewakili seluruh organisasi Islam yang ada di Indonesia.
14. Status perusahaan :
a. Baru : Perusahaan yang belum memiliki SH MUI.
b. Transisi : Perusahaan yang telah memiliki SH MUI namun audit implementasi SJH belum dilakukan
c. Perpanjangan : Perusahaan yang telah mendapatkan status SJH minimal B (cukup) dan akan memperpanjang masa berlaku sertifikat halalnya.
15. Maklon
Layanan produksi oleh suatu perusahaan (Pihak I) untuk perusahaan lain (Pihak II) yang semua atau sebagian bahan disediakan oleh Pihak II. Produk menjadi milik Pihak II.





[1] Sunarji, Studi Kelayakan Bisnis, (Medan: FEBI UINSU Press, 2018), Hlm. 71
[2] Sunaji, Ibid, Hlm. 72
[3] Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung : Alfabeta, 2013), hal. 35.
[4] Sunarji, Op. Cit, Hlm. 74-75
[5] Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2016), Hlm. 218
[6] M. Hasbi Ash-shiddieqy, Hukum Hukum Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Hlm. 429
[7] Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syariah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), Hlm. 147-148
[8] Sunarji, Op. Cit, Hlm. 84
[9] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal Lppom – MUI, (Jakarta: LPPOM MUI, 2008), Hlm. 8-10